• INDOPOSINDOPOS
  • September 25, 2025
  • 0 Comments
DPRD Janji Libatkan Semua Pihak Usai Demo Tolak Larangan Rokok

INDOPOS–Jakarta, 25 September 2025 — Aksi demonstrasi puluhan massa dari Komite Peduli Jakarta (KPJ) di depan Gedung DPRD DKI Jakarta membuahkan hasil. DPRD berjanji akan melibatkan seluruh stakeholder dalam pembahasan raperda larangan total merokok di tempat hiburan malam. Koordinator aksi, Pendy, menegaskan janji tersebut harus benar-benar ditepati, bukan sekadar omong kosong politik. “Kami akan terus mengawal. Jangan hanya janji manis, karena dampaknya besar bagi pelaku usaha, pegawai, dan masyarakat luas jika aturan ini dipaksakan,” ujar Pendy. Selain itu, Ketua Komunitas Jakarta Baru, Ali Husen, yang ikut hadir mendukung aksi, menilai tekanan publik memang penting agar DPRD tidak gegabah. “Aturan publik harus rasional, tidak bisa dibuat sembarangan. Kalau dibiarkan, ini bisa jadi bentuk diskriminasi,” katanya. Dalam aksi tersebut, massa KPJ membentangkan spanduk raksasa bertuliskan “Tolak Larangan Rokok di Tempat Hiburan” dan mengangkat poster keras seperti “Kebijakan DPRD Jakarta Tidak Berbobot” serta “Larangan Total = Diskriminasi”. Situasi sempat memanas, namun akhirnya DPRD menyatakan siap membuka ruang dialog dengan semua pihak terkait sebelum memutuskan kebijakan.

  • INDOPOSINDOPOS
  • September 25, 2025
  • 0 Comments
DPRD DKI Digeruduk Massa: KPJ Tuding Ada Jual Beli Pasal Perda Rokok, Oknum Dewan Sembunyi

INDOPOS-Jakarta – Suasana depan Gedung DPRD DKI Jakarta mendadak memanas pada Kamis (25/9/2025). Puluhan massa dari Komite Peduli Jakarta (KPJ) melakukan aksi demonstrasi menolak rencana larangan total merokok di tempat hiburan malam yang tengah digagas DPRD melalui Raperda Rokok. Dengan suara lantang, massa mengibarkan spanduk dan poster bernada keras. Beberapa di antaranya bertuliskan: “Kebijakan DPRD Jakarta Tidak Berbobot”, “Larangan Total = Diskriminasi”, serta “Hiburan Untuk Semua, Bukan Segelintir”. Bahkan, sebuah spanduk raksasa bertuliskan “Tolak Larangan Rokok di Tempat Hiburan” dibentangkan tepat di depan pintu gerbang DPRD, membuat situasi kian panas. Koordinator aksi, Pendy, menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukan hanya merugikan pelaku usaha hiburan malam, tetapi juga mengancam ribuan pekerja yang menggantungkan hidup di sektor tersebut. “Kami menolak keras larangan total ini. Jangan sampai dewan membuat aturan yang hanya menyusahkan rakyat kecil sementara ada kepentingan bisnis tertentu di baliknya,” tegas Pendy. Dalam orasinya, Pendy juga menuding adanya praktik kotor di balik pembahasan raperda tersebut. “Kami menduga ada praktik jual beli pasal oleh oknum DPRD. Jangan jadikan perda sebagai alat dagang untuk kepentingan pribadi. Ini penghinaan terhadap warga Jakarta,” ujarnya. Menariknya, sepanjang aksi berlangsung, tak satu pun anggota DPRD muncul menemui massa. Sejumlah demonstran menyebut para wakil rakyat itu “sembunyi di balik meja” dan tak berani menghadapi langsung aspirasi publik. Aksi ini berlangsung di bawah pengawalan ketat aparat kepolisian. Meski sempat diwarnai ketegangan, demonstrasi tetap berjalan damai hingga massa membubarkan diri dengan ancaman akan kembali turun ke jalan jika tuntutan mereka diabaikan.

  • INDOPOSINDOPOS
  • September 25, 2025
  • 0 Comments
Paslon 01 Budi A. Manurung Menang Perdana Pemilihan RW 017 Shamandra dengan 58,09% Suara

INDOPOS-Cikarang Utara – Pemilihan Ketua RW 017 perdana di Perumahan Shamandra Gardenia, Desa Karang Sentosa, Kecamatan Karang Bahagia, Kabupaten Bekasi, yang digelar pada Minggu (24/08/2025), menghasilkan kemenangan bagi pasangan calon nomor urut 01, Budi A. Manurung. Paslon 01 berhasil meraih suara mayoritas dengan total 58,09 persen, mengungguli pesaingnya, paslon nomor urut 02 Gusti Muklis S.H., yang memperoleh 38,61 persen suara. Tingkat partisipasi warga dalam pemilihan ini pun terbilang tinggi, yakni mencapai 82,7 persen. Ketua Panitia Pemilihan, Kuswoyo, menyampaikan apresiasinya atas antusiasme warga dalam gelaran demokrasi tingkat RW tersebut. “Sesuai data yang masuk, partisipasi pemilih cukup tinggi. Pasangan nomor urut 01 memenangkan pemilihan dengan total 58,09 persen suara, sementara pasangan nomor urut 02 memperoleh 38,61 persen,” tegas Kuswoyo. Pemilihan ini menjadi yang pertama sejak Perumahan Shamandra Gardenia dihuni warga. Sebagai perumahan subsidi pemerintah, mayoritas penghuninya adalah warga pendatang yang baru memiliki rumah di kawasan tersebut. Proses pemilihan juga dihadiri oleh sejumlah perangkat pemerintahan, antara lain Kepala Dusun III Solihin, Kepala Desa Karang Sentosa Karta Wijaya S.Pd, serta Kepala Seksi Pemerintahan Ogen. Ketua Penasehat Panitia Pemilihan, H. Main S.E., menambahkan bahwa undangan pelaksanaan pemilihan telah disampaikan secara resmi kepada para pemangku wilayah terkait. “Undangan pemilihan RW disampaikan panitia kepada Kepala Dusun III, Kepala Desa, dan Kepala Seksi Pemerintahan Desa Karang Sentosa,” ujarnya. Dengan kemenangan ini, warga RW 017 Perumahan Shamandra Gardenia resmi memiliki ketua RW hasil pilihan bersama untuk pertama kalinya, yang diharapkan dapat menjadi awal terbentuknya lingkungan masyarakat yang solid dan guyub.

  • INDOPOSINDOPOS
  • September 25, 2025
  • 0 Comments
Kolaborasi Lintas Iman Jadi Fondasi Kemanusiaan di Indonesia Humanitarian Dialogue

INDOPOS-Jakarta, 24 September 2025 — Humanitarian Forum Indonesia (HFI) menggelar Indonesia Humanitarian Dialogue di Pullman Hotel, Jakarta Pusat, untuk memperkuat peran lintas iman dalam kerja kemanusiaan di Indonesia. Ratusan peserta hadir dari pemerintah, lembaga internasional, negara sahabat, komunitas agama, dan akademisi. Pertemuan ini sekaligus menegaskan bahwa kerja kemanusiaan membutuhkan jembatan kolaborasi dari berbagai pihak.   Ketua Dewan Pengurus HFI, Muhammad Ali Yusuf, menekankan bahwa kebersamaan lintas iman menjadi pilar forum ini. “Kerja bersama bukan sekadar aktivitas, tetapi alasan HFI tetap hadir hingga hari ini. Kekuatan lintas iman menjaga langkah kemanusiaan tetap berlangsung.” ujarnya. Selain itu, ia juga menegaskan bahwa keberagaman justru menjadi kekuatan yang menyatukan dalam aksi nyata. Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno, menyatakan langkah HFI sejalan dengan agenda pemerintah. Ia menegaskan bahwa pemerintah membutuhkan mitra yang konsisten untuk menghadapi persoalan kemanusiaan. “Kerja kemanusiaan yang dijalankan HFI sejalan dengan prioritas Kemenko PMK. Kita perlu bergerak bersama menghadapi tantangan, mulai dari perubahan iklim hingga bencana sosial.” katanya. Dengan demikian, ia mendorong sinergi yang lebih erat antara pemerintah dan organisasi kemanusiaan. Di sisi lain, Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa agama harus memberi arah bagi setiap kerja kemanusiaan. “Agama harus menjadi direction kita. Jika agama memandu, kerja kemanusiaan akan melahirkan kebaikan. Apa yang dilakukan HFI sangat tepat.” ungkapnya. Pandangan ini mempertegas bahwa nilai-nilai agama dapat menjadi fondasi moral yang kokoh bagi aksi kemanusiaan. Presiden Human Initiative, Tomy Hendrajati hadir sebagai narasumber dan menambahkan pandangan tentang kekuatan kolaborasi. “Kami meyakini bahwa bekerja secara kolaborasi dapat menyelesaikan banyak hal dan berbagai masalah. Dengan membawa kekuatan bersama, hal-hal kecil pun bisa kita lakukan bersama-sama untuk memperkuat peran masyarakat,” jelasnya. Kutipan tersebut menegaskan bahwa kerja kolektif mampu menghasilkan dampak yang lebih besar. Selain menghadirkan gagasan, forum ini juga mencatat capaian penting melalui penandatanganan Policy Brief Rumah Ibadah Tangguh Bencana. Inisiatif itu menempatkan rumah ibadah sebagai simpul ketangguhan masyarakat di tingkat akar rumput. Kemudian, peserta forum menyusun rekomendasi konkret agar lembaga berbasis agama semakin terhubung dengan sistem tanggap bencana nasional. Pada akhirnya, Indonesia Humanitarian Dialogue 2025 menutup rangkaiannya dengan semangat memperkuat kerja bersama berbasis bukti, menghadirkan solusi atas isu kemanusiaan yang terus berkembang, dan meneguhkan solidaritas lintas iman sebagai fondasi kemanusiaan Indonesia. (***)

  • INDOPOSINDOPOS
  • September 24, 2025
  • 0 Comments
Guyon Cak Imin: Menteri Prabowo Siap Dipecat Sewaktu-Waktu, Harus Banyak Selawat

INDOPOS-Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin melontarkan guyonan soal gaya kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Ia menyebut para pembantu Prabowo di kabinet harus banyak berselawat karena sewaktu-waktu bisa diberhentikan. “Harus banyak selawat jadi anak buah Pak Prabowo. Karena kalau nggak, dipecat setiap saat bisa,” ucap Cak Imin yang disambut tawa hadirin saat menghadiri peringatan Hari Tani di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Rabu (24/9). Cak Imin juga menyinggung Wakil Menteri Koperasi dan UKM Farida Farichah yang baru saja dilantik. “Kita juga deg-degan. Farichah ini baru dilantik, sudah deg-degan,” katanya sembari tertawa.   Soal peringatan Hari Tani, Cak Imin mengapresiasi rencana Prabowo terkait kesejahteraan petani dengan pemberian akses lahan seluas 2 hektare bagi petani miskin (kelompok desil 1). Menurutnya ha itu sebagai kebijakan yang realistis dan perlu segera dikawal implementasinya. “Ini Pak Prabowo merencanakan mereka (petani) masing-masing akan diberi akses setidak-tidaknya menjadi bagian dari permodalan 2 hektare per petani desil 1. Moga-moga terlaksana, moga-moga Pak Cucun (Wakil Ketua DPR) dan DPR mengawal implementasinya. Semoga terwujud secepatnya,” ujar dia. (***)

  • INDOPOSINDOPOS
  • September 24, 2025
  • 0 Comments
Relasi Sipil-Militer, SGY: Indonesia di Bawah Bayang-bayang Otoritarianisme

INDOPOS-Sebelum melanjutkan penulisan artikel ini, saya ingin menyampaikan hal berikut: “Tulisan ini terinspirasi oleh demonstrasi akhir Agustus 2025 dan rumor darurat militer yang tidak terbukti karena minim referensi valid. Karena itu, menjaga relasi sipil-militer tetap penting untuk mengantisipasi potensi ancaman otoritarianisme.” Baiklah, saya akan mulai. Telah diketahui bahwa perjuangan masyarakat Nusantara sejak kedatangan bangsa-bangsa Barat pada abad ke-15 hingga masa kolonial dan puncaknya pada kemerdekaan tahun 1945 merupakan fakta sejarah yang tidak terbantahkan. Perlawanan untuk merebut kemerdekaan dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat dari Sabang hingga Merauke melalui berbagai bentuk perjuangan. Laskar rakyat, organisasi pergerakan, hingga tokoh-tokoh pahlawan seperti Pangeran Diponegoro, Kapitan Pattimura, Cut Nyak Dien, dan Pangeran Antasari memimpin perlawanan bersenjata melawan penjajah. Ketika Jepang memasuki Nusantara pada tahun 1942, pasukan bentukan mereka seperti Pembela Tanah Air (PETA) juga turut memberi kontribusi dalam proses perjuangan. Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, kekuatan rakyat dan militer disatukan melalui Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian berkembang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), lalu Tentara Republik Indonesia (TRI). Pada 3 Juni 1947, seluruh laskar dan badan perjuangan dilebur menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Jenderal Sudirman sebagai panglima besar. Rangkaian sejarah tersebut menunjukkan bahwa perjuangan kemerdekaan adalah hasil sinergi masyarakat sipil dan cikal bakal militer nasional. Soekarno sebagai Presiden pertama sekaligus proklamator menjadi simbol penting perjuangan sipil, sementara militer tumbuh sebagai benteng pertahanan negara. Namun, dalam konteks politik, relasi sipil-militer sejak awal sudah memperlihatkan tarik-menarik kepentingan yang cukup kuat. Pada masa Demokrasi Terpimpin, Soekarno memberi ruang luas bagi militer dalam politik. Era Orde Baru kemudian menginstitusionalisasikan peran tersebut melalui doktrin Dwifungsi ABRI, yang menjadi wajah otoritarianisme rezim Soeharto. Reformasi 1998 berhasil menghapus dwifungsi dan menegaskan peran militer terbatas pada bidang pertahanan dengan supremasi sipil sebagai prinsip utama. Pasca-reformasi, kepemimpinan nasional bergantian diisi tokoh sipil maupun militer. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Joko Widodo berasal dari sipil, sementara Susilo Bambang Yudhoyono dan kini Prabowo Subianto berasal dari militer. Konstitusi tidak membedakan latar belakang sipil atau militer dalam kepemimpinan nasional. Artinya, yang lebih penting bukan asal-usulnya, melainkan bagaimana kekuasaan dijalankan. Persoalan utama yang menjadi momok bagi rakyat adalah lahirnya gaya kepemimpinan otoriter. Otoritarianisme tidak identik dengan latar belakang militer, karena pemimpin sipil pun berpotensi menjalankan pemerintahan dengan corak militeristik. Kekuasaan yang begitu besar selalu rawan disalahgunakan. Dengan begitu, ancaman otoritarianisme bisa datang dari siapa pun yang berada di tampuk kekuasaan. Perbandingan antara Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo memperlihatkan hal ini dengan jelas. SBY yang berlatar belakang militer justru tampil dengan gaya kepemimpinan santun, dialogis, dan akomodatif. Sebaliknya, Jokowi yang berlatar belakang sipil kerap dinilai menampilkan gaya kepemimpinan yang tegas dan keras, atau mungkin dapat dianggap represif. Karena itu, mungkin saja tidak sedikit yang menilai kepemimpinan Jokowi cenderung memiliki karakter otoriter. Penilaian tersebut setidaknya boleh jadi tercermin dalam beberapa kebijakan, seperti penanganan demonstrasi mahasiswa tahun 2019 yang menelan korban jiwa. Selain itu, ada juga proses pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, serta pola pembangunan infrastruktur yang boleh jadi dinilai top-down. Bagi sebagian kalangan, hal-hal tersebut mungkin dinilai menyerupai praktik kebijakan yang berwatak otoriter. Kontras ini menegaskan bahwa otoritarianisme bukanlah persoalan latar belakang sipil atau militer, melainkan berkaitan dengan karakter kepemimpinan dan cara mengelola kekuasaan. Dengan demikian, dikotomi pemimpin sipil dan militer tidak lagi relevan dalam menilai potensi lahirnya otoritarianisme. Kini, Presiden Prabowo Subianto hadir dari latar belakang militer dengan citra peduli rakyat kecil dan cinta NKRI. Komitmennya untuk memajukan bangsa dan menyejahterakan rakyat diakui luas. Meski demikian, potensi ancaman otoritarianisme tetap ada, baik dari internal pemerintahan, dinamika politik domestik, maupun pengaruh internasional. Kekuasaan yang terpusat dan tekanan dari berbagai kepentingan bisa saja menjerumuskan pemerintah ke arah otoritarian. Karena itu, komitmen terhadap demokrasi menjadi kunci. Menegakkan supremasi hukum, menjunjung hak asasi manusia, dan menjaga partisipasi rakyat harus menjadi prioritas agar bangsa ini terhindar dari jebakan kekuasaan absolut. Relasi sipil dan militer yang sehat, seimbang, serta diawasi oleh prinsip konstitusi akan memastikan Indonesia tetap berada di jalur demokrasi. Jakarta, 24, September 2025 Wassalam, Sugiyanto (SGY) – Emik Foto:IST-Sugiyanto (SGY)-Emik

  • INDOPOSINDOPOS
  • September 24, 2025
  • 0 Comments
Kabag Umum DPRD DKI Asril Selalu Ingatkan Larangan ASN Bawa Kendaraan Pribadi di Hari Rabu dalam Rapat dan Apel

INDOPOS– Instruksi Gubernur Nomor 6 Tahun 2025 yang mewajibkan ASN Jakarta menggunakan transportasi umum setiap hari Rabu masih menjadi fokus Kabag Umum DPRD DKI Jakarta, Asril. Guna menjalankan intruksi orang nomor satu di Jakarta. ASN Setwan DPRD DKI yang dikenal low profil itu pun kerap mengingatkan para ASN DPRD DKI dalam setiap apel dan rapat internal agar ASN mematuhi aturan tersebut. “Dalam setiap rapat internal dan apel, kita selalu mengingatkan agar ASN Setwan mengikuti aturan tersebut,” ujarnya, Rabu (24/9/2025). Menurutnya, sejak intruksi gubernur diterbitkan. ASN Setwan DPRD DKI patuh dan taat pada aturan yang diberlakukan. Larangan untuk membawa mobil atau motor pribadi pada hari Rabu diikuti dengan penuh tanggungjawab. “Jika kemudian diduga ada ASN yang membawa mobil pribadi dan memparkir diluar gedung DPRD. Tentunya resiko menjadi tanggungjawab masing-masing atau personal ASN tersebut,” bebenya. Sebab, kata dia lagi sweeping untuk ASN yang menggunakan mobil atau motor di hari Rabu dan memparkir diluar gedung DPRD. Hal itu merupakan domain dari yang berwenang menindak. “Tidak mungkin kita berkeliling melakukan sweeping ke gedung lain. Tapi perlu saya ingatkan, jika nantinya ada ASN yang kedapatan membawa kendaraan pribadi, sanksinya akan berupa teguran tertulis,” tandasnya. Terkait dengan Rabu (24/9/2025) DPRD DKI akan menggelar rapat paripurna. Asril mengungkapkan selain ASN tidak ada larangan untuk membawa kendaraan pribadi.”Kewenagan kita hanya pada ASN, PJLP dan TA. Untuk tamu umum, tentu kami tidak bisa melarang,” pungkasnya.(sofian)

  • INDOPOSINDOPOS
  • September 24, 2025
  • 0 Comments
JEF Dialogue: Jakarta Siapkan Diri Jadi Kota Sinema Dunia, Ajukan Status ke UNESCO

INDOPOS-Jakarta – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah menyusun dokumen penting untuk mengajukan status Jakarta sebagai Kota Sinema dalam jaringan UNESCO Creative Cities Network (UCCN). “Jakarta sebenarnya sudah memenuhi kriteria sebagai kota sinema. Kini kami bersama Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO sedang mempersiapkan kelengkapan dokumentasinya,” ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Andhika Permata, dalam dialog JEF Dialogue: Unlocking Jakarta’s Potential Through Tourism and Creative Economy, Selasa (23/9). Sebelumnya, Jakarta telah ditetapkan sebagai Kota Literasi UNESCO pada 2020. Langkah terbaru ini dinilai sebagai bagian dari visi besar Jakarta untuk menjadi pusat industri film dan ekonomi kreatif, baik di tingkat nasional maupun global. Andhika menegaskan Pemprov DKI telah mengambil berbagai langkah strategis, seperti memberikan kemudahan bagi sineas lokal maupun internasional dalam melakukan proses syuting. “Kami menyediakan fasilitas melalui platform Filming in Jakarta sebagai wadah untuk mendukung produksi film di ibu kota,” katanya. Berdasarkan data tahun 2024, terdapat sekitar 42.000 judul film yang didaftarkan ke Lembaga Sensor Film, dengan 285 di antaranya lolos sensor. Jakarta juga menjadi rumah bagi 141 perusahaan produksi, 80 persen di antaranya berbasis di ibu kota. Selain itu, industri perfilman terbukti menyerap banyak tenaga kerja. “Dalam satu produksi film rata-rata melibatkan 100–150 pekerja selama enam bulan. Belum lagi multiplier effect di sektor perhotelan, restoran, hingga transportasi,” jelas Andhika. Tantangan Perizinan Meski begitu, proses menjadikan Jakarta sebagai Kota Sinema tidak lepas dari tantangan. Produser film Anggia Kharisma dari Visinema menilai perizinan masih menjadi persoalan utama. “Jakarta masih seperti kota-kota lain di Indonesia yang belum memiliki standar perizinan di sektor kreatif, termasuk film. Izinnya rumit sekali. Untuk itu, produksi film asing masih sulit melakukan syuting di Jakarta maupun daerah lain,” ujar Anggia, yang pernah terlibat dalam produksi film Hollywood Eat Pray Love. Potensi Sinergi Pariwisata Dari sisi pariwisata, traveling influencer Kadek Arini menilai film bisa menjadi pintu promosi kota. Namun, Jakarta harus membangun ekosistem yang lebih ramah wisatawan. Ia mencontohkan strategi Turki yang memberi paket tur gratis bagi penumpang transit di Istanbul, serta pengalaman Tokyo yang menyediakan petugas bandara khusus untuk membantu wisatawan asing. “Jakarta tidak bisa sendirian, semua pihak harus bahu-membahu membentuk ekosistem itu,” ujarnya. Rekomendasi Kebijakan Dialog tersebut juga melibatkan Bank Indonesia Perwakilan DKI Jakarta. Deputi Kepala BI, Iwan Setiawan, menegaskan hasil diskusi akan menjadi salah satu rekomendasi dalam perumusan kebijakan bulan depan. “Berbagai pemikiran dan inovasi ini akan menjadi masukan bagaimana kita menggali sumber pertumbuhan ekonomi baru di Jakarta dan menjadikannya sebagai Kota Global yang berdaya saing,” kata Iwan. (***)

  • INDOPOSINDOPOS
  • September 23, 2025
  • 0 Comments
Seruan Aksi Demo! Pekerja Tempat Hiburan dan Hotel Siap Geruduk DPRD DKI Tolak Raperda Rokok, Tuntut Hukum Oknum Dewan Terlibat “Jual-Beli Pasal”

INDOPOS-Jakarta — Ratusan pekerja tempat hiburan malam, karyawan hotel, serta pekerja restoran, akan melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (23/9/2025) mendatang. Mereka menolak rencana pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Bebas Rokok yang saat ini tengah digodok DPRD. Massa aksi yang akan membawa spanduk bertuliskan “Jangan Bunuh Mata Pencaharian Kami” dan “Stop Raperda Transaksional”. Mereka rencananya akan berorasi secara bergantian menyuarakan penolakan, sambil menyerukan agar DPRD lebih memikirkan dampak ekonomi yang akan timbul jika Raperda tersebut diberlakukan. Kekhawatiran Pekerja Koordinator aksi, Pendy, menyatakan keresahan pekerja kian memuncak karena Raperda Kawasan Bebas Rokok berpotensi mematikan usaha hiburan malam dan restoran yang menjadi tumpuan hidup ribuan orang. “Kalau perda ini disahkan, tamu akan enggan datang. Tempat hiburan, hotel, dan restoran bisa gulung tikar. Yang jadi korban adalah kami, para pekerja kecil yang setiap hari menggantungkan hidup dari sini,” ujarnya. Menurut Pendy, para pekerja merasa tidak dilibatkan dalam proses pembahasan Raperda. “Kami hanya tahu dari pemberitaan dan obrolan antarpekerja. Padahal, yang terdampak langsung adalah kami. DPRD seharusnya mendengar suara rakyat, bukan sekadar kepentingan segelintir pihak,” tambahnya. Tuduhan Aktivis: Ada Transaksi Pasal Sementara itu, Ali Husen, Ketua LSM Jakarta Baru, menuding ada praktik kotor dalam pembahasan Raperda. Ia menyebut terdapat oknum anggota DPRD yang diduga mencoba memperjualbelikan pasal demi keuntungan pribadi. “Kami menerima laporan adanya modus menakut-nakuti pengusaha tempat hiburan, hotel, dan restoran agar bersedia memberikan sesuatu demi meloloskan pasal tertentu. Ini sangat berbahaya karena mencoreng marwah DPRD sebagai lembaga legislatif,” ungkap Ali Husen. Ia menegaskan, jika tuduhan ini benar, maka pembahasan Raperda Kawasan Bebas Rokok tidak lagi murni demi kepentingan kesehatan masyarakat, melainkan sarat kepentingan transaksional. “Ini bau busuk yang tidak bisa dibiarkan. DPRD harus bersih dari praktik semacam ini,” tambahnya. Tuntutan Massa Dalam aksinya, massa menyampaikan tiga tuntutan utama: DPRD DKI diminta tidak melanjutkan pembahasan Raperda Kawasan Bebas Rokok. Mengusut dugaan praktik “jual-beli pasal” yang melibatkan oknum anggota DPRD. Mengajak Pemprov DKI menyusun kebijakan yang lebih adil, yakni menyediakan ruang khusus merokok tanpa merugikan dunia usaha. “Kami bukan menolak aturan kesehatan. Kami paham rokok ada risikonya. Tapi jangan dengan cara mematikan usaha dan pekerjaan kami,” tegas Pendy.

  • INDOPOSINDOPOS
  • September 23, 2025
  • 0 Comments
SIB Apresiasi Perda Masyarakat Adat Betawi, Ingatkan Agar Tak Jadi “Macan Ompong”

INDOPOS-Ketua Seniman Intelektual Betawi (SIB), Tahyudin Aditya, menyampaikan apresiasi atas langkah Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang berkomitmen menyelesaikan Peraturan Daerah (Perda) tentang Masyarakat Adat Betawi. Menurutnya, perda tersebut merupakan instrumen penting untuk melindungi, melestarikan, sekaligus memberdayakan masyarakat Betawi yang memiliki peran besar dalam sejarah dan identitas Jakarta. Tahyudin menilai, selama ini masyarakat Betawi kerap hanya dijadikan jargon politik tanpa adanya langkah nyata yang berdampak langsung terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, ia berharap perda baru ini benar-benar bisa dijalankan secara konsisten, bukan sekadar menjadi dokumen hukum yang berhenti di atas kertas. “Perda ini jangan sampai kembali menjadi macan ompong, seperti Perda No. 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi yang faktanya belum optimal dijalankan. Kalau hanya dibuat tanpa implementasi, masyarakat Betawi tetap saja tidak merasakan manfaat,” ujar Tahyudin dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/9/2025). Dorongan Hadirnya Pergub Selain perda, Tahyudin juga meminta Gubernur Pramono Anung menindaklanjuti aturan tersebut dengan berbagai peraturan gubernur (pergub) yang lebih teknis. Menurutnya, keberadaan pergub akan menjadi payung pelaksanaan di lapangan, terutama yang berkaitan dengan program-program pemberdayaan ekonomi, pendidikan, pelestarian budaya, hingga akses terhadap pekerjaan bagi masyarakat Betawi. “Perda itu payung besar. Tapi kalau tidak ada pergub, sulit untuk menurunkannya menjadi program nyata. Pergub inilah yang bisa memastikan kesejahteraan masyarakat Betawi benar-benar meningkat,” tegasnya. Belajar dari Pengalaman Perda 2015 Tahyudin mengingatkan agar Pemprov DKI belajar dari pengalaman Perda No. 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi. Menurutnya, perda tersebut dinilai tidak berjalan maksimal karena minimnya regulasi turunan dan lemahnya pengawasan dalam implementasi. Akibatnya, berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat Betawi, mulai dari pergeseran ruang hidup, keterbatasan akses ekonomi, hingga hilangnya warisan budaya, belum sepenuhnya teratasi. “Kalau perda yang lama saja banyak bolongnya, maka jangan sampai perda yang baru ini bernasib sama. Masyarakat Betawi harus bisa merasakan langsung manfaatnya, bukan hanya sebatas janji,” katanya. Harapan untuk Gubernur DKI Dalam kesempatan itu, Tahyudin juga menegaskan pentingnya keberpihakan politik dan kebijakan dari Gubernur DKI Jakarta terhadap masyarakat Betawi. Menurutnya, komitmen Gubernur Pramono Anung sudah tepat, namun harus dibuktikan dengan tindakan konkret. “Pak Gubernur jangan berhenti pada tataran wacana. Buat perda, buat pergub, jalankan dengan konsisten, dan pastikan masyarakat Betawi menjadi subjek pembangunan di tanah kelahirannya sendiri,” ujar Tahyudin. Ia berharap Perda tentang Masyarakat Adat Betawi nantinya tidak hanya fokus pada aspek pelestarian budaya, tetapi juga mampu menjawab persoalan kesejahteraan, akses pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat Betawi. “Kalau ini bisa dijalankan dengan baik, maka bukan hanya budaya Betawi yang lestari, tetapi juga masyarakatnya sejahtera,” pungkasnya.