INDOPOS-Langkah Pemprov Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menon aktifkan mantan Kasatpol PP Jakarta Selatan Nanto Dwi Subekti, belum cukup. Semestinya, yang bersangkutan dipecat secara tidak hormat. Hal ini berkaitan dengan efek jera, terhadap para ASN lain, agar tidak melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari.
Ketua LSM Komunitas Jakarta Baru Ali Husen, mendukung penuh Pj Gubernur Heru Budi Hartono dan Sekda DKI Joko Agus Setyono, yang ingin menegakan disiplin terhadap para aparaturnya. Ia pun mendesak, agar tidak cukup dengan menon aktifkan saja, namun juga memberikan sanksi tegas berupa pemecatan.
“Pj Gubernur harus tegas, harus ada kepastian, kalo tidak di tegakkan aturan maka wibawa Pemprov Jakarta akan runtuh,” ujar Ali Husen, Rabu (17/7/2024).
“Dan kasus ini bisa di jadikan efek jera kepada ASN yg lain. Bayangkan seorang PNS bisa dengan leluasa dan bebasnya mangkir dari kewajiban nya selama 4 tahun tapi dengan entengnya menyalahkan pimpinannya, dan mengatakan pemecatannya cacat hukum,” tegasnya.
Seperti diketahui, penon aktif-an Nanto Dwi Subekti berdasarkan risalah berita acara team pemeriksa yg di bentuk Sekretaris Daerah (Sekda) Jakarta. Berdasarkan catatan yang diterima media dari website resmi Pemprov DKJ, yang bersangkutan kerap bolos kerja atau alpa. Rinciannya sebagai berikut:
a. Pada tahun 2016, alpa sebanyak 205 (dua ratus lima) hari:
b. Pada tahun 2017, alpa sebanyak 220 (dua ratus dua puluh) hari;
c. Pada tahun 2018, alpa sebanyak 239 (dua ratus tiga puluh sembilan) hari;
d. Pada tahun 2019, alpa sebanyak 60 (enam puluh) hari.
Yang bersangkutan juga kerap menjadi sorotan terkait kinerja buruk, dalam penegakan peraturan daerah di wilayahnya. Tidak hanya itu selama 4 tahun Nanto tidak masuk kerja dan masih menerima gaji, sehingga berpotensi merugikan keuangan daerah.
Tak cukup sampai di situ, sosok Nanto Dwi Subekti juga dikenal arogan dan temperamental di kalangan wartawan. Pernah suatu ketika, ada wartawan menanyakan perihal monitoring wilayah, namun dijawab dengan ketus oleh yang bersangkutan.
Selain itu, yang bersangkutan diduga memiliki restoran mewah di wilayah Antasari Jaksel, yang diduga tidak dimasukan ke dalam LHKPN dan tidak memiliki izin.