Pengamat Ungkap, Tudingan Miring Anggota Komisi VII DPR ke TVRI Salah Besar, Berikut Fakta yang Sebenarnya!

INDOPOS-Tudingan miring yang disampaikan anggota DPR RI Komisi VII ke Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin lalu, 02 Desember 2024 salah besar. Terlebih, TVRI tidak mendapatkan kesempatan untuk menjawab secara langsung.

Sebab, jawaban harus diberikan tertulis beberapa hari kemudian. Hal ini membuat kesan yang tertangkap publik bahwa tudingan itu benar adanya.

Padahal, tudingan-tudingan miring tersebut salah besar karena tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Demikian ditegaskan Pengamat Kebijakan Publik dari Institute Development of Policy And Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro.

Kata pengamat itu, dalam RDP yang membahas program kerja LKBN Antara, TVRI dan RRI Tahun Anggaran 2025 tersebut, anggota Komisi VII DPR-RI tidak melihat fakta yang ada sebenarnya. Khususnya, soal TVRI.

“Melihat TVRI, itu harus dari kacamata helikopter. Jangan secara parsial (kecil-kecil), apa yang membuat TVRI seolah susah maju. TVRI dituding mempunyai anggaran besar, tapi program jelek-jelek dan minim penonton,” ucap Riko, kepada wartawan, di Jakarta, Kamis, 12 Desember 2024.

Riko yang hadir di tribun atas saat RDP berlangsung, menerangkan setelah melihat pemaparan TVRI. “Anggaran dari APBN Rp1,5 triliun setahun. Dari komposisi itu, Rp 900 miliar untuk bayar gaji pegawai dan dukungan manajemen. Berapa jumlah pegawainya TVRI? 5.000 orang. Itu bukan maunya TVRI punya pegawai sebanyak itu. Karena, secara teknis, pegawai TVRI adalah pegawai Kominfo yang ditugaskan di TVRI. Mau pecat pegawai agar sampai jumlah ideal? Ya minta Kominfo (sekarang Komdigi yang pecat). Itu bukan kewenangan TVRI,” paparnya.

Kemudian, sambung Riko, sisanya Rp 600 miliar untuk membayar operasional, program dan anggaran teknik untuk 3 stasiun (TVRI Nasional, TVRI Sport dan TVRI World ) serta, 32 stasiun penyiaran daerah. “ Untuk anggaran program yang saya lihat hanya 180 miliar setahun. Itu bisa untuk anggaran TV swasta sebulan,” tandasnya.

Ada anggata DPR yang mengatakan, gambar TVRI burem seperti banyak semut. “Artinya itu anggota tidak pernah menonton TVRI. Dalam era digital sekarang setelah analog switch off, sudah tidak ada lagi gambar semut. Yang ada sekarang ada gambar bening atau tidak ada gambar sama sekali. Era gambar semut adalah jaman analog,” ucap Riko.

Dari pengamatannya, dalam rapat dengar pendapat tersebut, hanya satu poin yang disampaikan anggota DPR Komisi VII, Arizal Tom Liwafa yang mendekati benar yaitu soal aplikasi yang masih ada bug. “TVRI ditegur karena soal aplikasi yang masih ada bug. Tapi, itu, kan, dikarenakan masih belum launching. Jadi wajar belum 100 persen,” katanya.

*Tidak Apple to Apple bila Dibandingkan*

Ungkap pengamat ini, membandingkan TVRI dengan TV swasta tentu tidak dapat apple to apple. “Mana bisa TVRI bayar artis mahal. Mana bisa TVRI bayar hak siar bola, misalnya. Lalu, TVRI tidak pernah mengacu ke Nielsen. Karena, survei kepemirsaan Nielsen hanya di 11 kota besar. Padahal, jangkauan TVRI sampai ke pelosok. Pemancar digital TVRI ada 200 pemancar. TV swasta paling 15 – 50 pemancar,” sebutnya.

Akibatnya, industri media/periklanan tidak ada yang bersedia ke TVRI karena tidak diukur oleh Nielsen, tukas Riko. Ia pun menegaskan, membandingkan TVRI dengan TV swasta itu juga sudah  salah kaprah.

“TVRI adalah TV publik. Dia tidak buat sinetron, silet, gibah infotaiment. Adanya adalah program kepublikan yang pasti menurut orang-orang yang biasa nonton sinetron TV swasta dianggap membosankan,” ungkapnya.

DPR harus Dorong Penguatan LPP TVRI

Ditegaskan pengamat ini, sepatutnya, DPR ikut mendorong penguatan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) seperti TVRI, LKBN Antara dan RRI melalui dorongan kebijakan anggaran maupun kelembagaan. Mengapa demikian?

“Karena, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) ini memainkan peran strategis, yakni penguatan nasionalisme dan ketahanan nasional. Peran itu menjadi DNA-nya LPP, mulai RRI, LKBN Antara atau pun TVRI. Pada konteks ini sepatutnya anggota DPR ikut memahami sehingga sadar pola kerja LPP menjadi unik. Ada tugas khusus yang tidak dimiliki lembaga penyiaran swasta lain,” ia berujar.

“Ini, kan, di satu sisi TVRI disuruh bersaing secara komersial dengan swasta. Tapi, kakinya diikat karena secara kelembagaan banyak aturan yang membuatnya tidak bisa bergerak secara leluasa,“ urainya.

*TVRI Jadi Mitra Pemerintah Daerah*

Hal lain yang perlu juga diperhatikan, tukas Riko, adalah keberpihakan pemerintah daerah terhadap LPP. “Sebaiknya LPP TVRI, RRI, LKBN Antara dijadikan mitra pemerintah daerah. Agar, dorongan perannya semakin kuat. TVRI khan memiliki stasiun stasiun daerah di setiap provinsi. Sambil kemudian LPP berupaya bertranformasi sesuai tantangan zaman,” pungkasnya.

Sementara itu, Direktur Utama TVRI, Iman Brotoseno saat dikonfirmasi membenarkan semua apa yang diungkapkan pengamat tersebut. Ia menambahkan, tugas utama TVRI adalah memberikan pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya.

Lebih lanjut, Iman menjelaskan bahwa banyak kalangan sering membandingkan konten TVRI yang dianggap kurang menarik minat masyarakat jika dibanding TV swasta. Sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI dapat dikatakan memperoleh kepemirsaan yang sangat kecil dibandingkan dengan lembaga penyiaran swasta dengan merujuk angka kepemirsaan yang rendah.

Jika berkaca pada Nielsen, program program yang disukai masyarakat adalah drama sinetron dan program infotainment, tandasnya. “Apakah TVRI harus membuat program seperti swasta? TVRI tidak harus bersaing dengan TV swasta karena konsep dan karakteristik media penyiaran publik sangat berbeda. Penyiaran publik adalah penyiaran yang dimiliki negara, pemerintah, organisasi publik sebagai tandingan swasta,” urainya.

Penyiaran ini di dalamnya ada “pelayanan publik” berupa penyebarluasan program kepentingan dan minat publik seperti pendidikan, budaya dan informasi yang membantu masyarakat dalam kehidupan sehari hari, terang Iman. “Konsep yang digunakan adalah audience as public, bukan sebagai konsumen. Khalayak sebagai warga negara harus dididik, diberi informasi sekaligus dihibur. Dengan kata lain, publik harus dilayani sehingga mereka bisa menampilkan hak dan tugasnya secara demokratis. Dalam konteks ini, TV publik tidak berkepentingan dengan hedonisme konsumen (penyiaran komersial),” tegas Iman

“Berbeda dengan TV swasta yang memandang konsep khalayak sebagai audience as market. Karena itu, kalau masyarakatnya banyak tidak peduli dengan budaya, maka tidak heran jika rating TVRI tidak begitu tinggi dibanding stasiun TV lain yang mengusung sinetron, misalnya,” Iman menutup pembicaraan. (***)

  • Related Posts

    Dampak Pembekuan USAID: Masa Depan Program Kemanusiaan & Pembangunan di Indonesia

    INDOPOS-Depok, 12 Februari 2025 – Keputusan Pemerintah Amerika Serikat untuk membekukan bantuan United States Agency for International Development (USAID) bagi Indonesia pada tahun 2025 menimbulkan dampak signifikan terhadap berbagai sektor…

    Anggota DPD RI Happy Djarot Blusukan ke Puskesmas Johar Baru Tinjau Pelaksanaan Cek Kesehatan Gratis untuk Masyarakat Jakarta

    INDOPOS-Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Happy Djarot, meninjau langsung pelaksanaan Cek Kesehatan Gratis (CKG), di Puskesmas Johar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2025). Pantauan di lapangan, Happy Djarot tiba di…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    You Missed

    Dampak Pembekuan USAID: Masa Depan Program Kemanusiaan & Pembangunan di Indonesia

    • By INDOPOS
    • Februari 13, 2025
    • 6 views
    Dampak Pembekuan USAID: Masa Depan Program Kemanusiaan & Pembangunan di Indonesia

    Anggota DPD RI Happy Djarot Blusukan ke Puskesmas Johar Baru Tinjau Pelaksanaan Cek Kesehatan Gratis untuk Masyarakat Jakarta

    • By INDOPOS
    • Februari 12, 2025
    • 9 views
    Anggota DPD RI Happy Djarot Blusukan ke Puskesmas Johar Baru Tinjau Pelaksanaan Cek Kesehatan Gratis untuk Masyarakat Jakarta

    Kunjungi Graha Yakusa, Pangdiv 2 Kostrad, Mayjen TNI Susilo Siap Kolaborasi Dengan Masyarakat Soal Ketahanan Pangan dan Pengelolaan Sampah

    • By INDOPOS
    • Februari 12, 2025
    • 5 views
    Kunjungi Graha Yakusa, Pangdiv 2 Kostrad, Mayjen TNI Susilo Siap Kolaborasi Dengan Masyarakat Soal Ketahanan Pangan dan Pengelolaan Sampah

    Presiden Turki Erdogan Tiba di Indonesia, Disambut Prabowo dan Remaja Putri Berbusana Betawi Diiringi Musik Tarian Betawi, Eki Pitung: Sebuah Pemandangan Etika Budaya Keindonesiaan yang Membanggakan

    • By INDOPOS
    • Februari 12, 2025
    • 10 views
    Presiden Turki Erdogan Tiba di Indonesia, Disambut Prabowo dan Remaja Putri Berbusana Betawi Diiringi Musik Tarian Betawi, Eki Pitung: Sebuah Pemandangan Etika Budaya Keindonesiaan yang Membanggakan

    Universitas Borobudur Laksanakan International Visit dan Tri Dharma Program ke Malaysia 

    • By INDOPOS
    • Februari 11, 2025
    • 14 views
    Universitas Borobudur Laksanakan International Visit dan Tri Dharma Program ke Malaysia 

    Perekonomian Jakarta Tumbuh 5,01% pada Triwulan IV 2024: Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi

    • By INDOPOS
    • Februari 10, 2025
    • 4 views
    Perekonomian Jakarta Tumbuh 5,01% pada Triwulan IV 2024: Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi