INDOPOS-Sidang lanjutan perkara sumpah palsu dengan terdakwa Ike Farida, hari ini, Senin (4/11/2024) sejatinya menghadirkan ahli pidana dari Penuntut Umum, Prof. Dr. Andre Yosua M, MH., MA., Phd. Namun karena ahli dalam keadaan sakit, kemudian Majelis Hakim mempersilakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ahli.
Sebagaimana diketahui, bahwa dalam kasus sumpah palsu dengan terdakwa Ike Farida berkaitan dengan sumpah novum yang dilakukan oleh Nurindah Melati Monika Simbolon berdasarkan surat kuasa dari Ike Farida.
Dalam paparan BAP ahli, JPU menyatakan bahwa dalam tindak pidana sumpah palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHP, tidak harus ada penetapan hakim bahwa seseorang melanggar Pasal 242 KUHP sebagaimana diatur dalam pasal 174 KUHP, karena kasus yang dihadapkan kepada ahli merupakan dugaan tindak pidana sumpah palsu tidak dalam konteks pelaku memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim, tetapi memberikan keterangan palsu secara tertulis yang sebelumnya telah disumpah.
Sehingga objek tindak pidana ini adalah surat/keterangan/dokumen sumpah yang isinya tidak benar atau palsu dan berdasarkan Pasal 242 KUHP dapat dilakukan penyidikan oleh pihak kepolisian.
Menanggapi keterangan Ahli tersebut, Ike Farida menyatakan keberatan karena dianggap tidak sama dengan apa yang pernah disampaikan saat gelar perkara.
“Yang Mulia, saya merasa keterangan ahli Andre Yosua tidak sesuai dengan keterangan yang pernah disampaikan ketika gelar perkara, dan sudah masuk ke dalam pokok perkara,’’ kata Ike Farida, Senin (4/11/2024).
Kemudian sidang dilanjutkan dengan mendengarkan saksi meringankan terdakwa Ike Farida, yaitu suami Ike Farida, Shoici Oni, dan adik kandungnya, Evi Wulandari, serta karyawan kantor hukum Ike Farida, Erick Diantoni Akbar.
JPU menyatakan menolak kesaksian suami dan adik kandung Ike Farida tersebut dilakukan di atas sumpah. Karena berdasarkan pasal 168 KUHAP, mereka termasuk orang-orang yang tidak dapat didengarkan keterangannya.
“Kami menolak Suami dan Adik Kandung Ike Farida dijadikan saksi, dan menolak mereka disumpah, karena termasuk orang-orang yang tidak dapat didengarkan keterangannya menurut pasal 168 KUHP,” kata JPU, Senin (4/11/2024).
Pada sidang sebelumnya, Kamis (31/10/2024), JPU telah menghadirkan Prof. Dr. Suhandi Cahaya, SH., MH., MBA., yang menjelaskan tentang pemenuhan unsur pidana menurut pasal 242 KUHP dan hubungannya dengan sumpah palsu atas novum dalam perkara Ike Farida.
“Jadi tadi sudah saya terangkan di depan sidang bahwa kata mereka itu upaya hukum. Tapi kalau saya bilang itu suatu mens rea (niat jahat). Karena pertam, mensomasi tiga kali berturut-turut selama tiga minggu.. Kedua, laporan pidana di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan karena tidak ada bukti adanya delik pidana). Ketiga, pihak perusahaan (pengembang) menitipkan uangnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur kemudian dibantahnya dan (Ike Farida) gak mau ngambil.
Keempat, dia menggugat perdata. Kelima, terjadinya PK (Peninjauan Kembali dengan novum yang seolah-olah baru ditemukan) itu. “Apa itu bukan mens rea? Katanya itu upaya hukum, tapi kan itu menyerang habis dengan berbagai cara,” kata Suhandi, Kamis (31/10/2024).
“Terkait terpenuhi atau tidak Pasal 242 biarlah Majelis yang menilai, begitu juga bersalah atau tidaknya (Ike Farida) biar Majelis yang menentukan,” imbuh Suhandi lebih lanjut.
Kuasa hukum Ike Farida sempat mempertanyakan mengapa Hakim Ketua tidak memberi peringatan terlebih dahulu sebagaimana Pasal 174 KUHP sebelum ditetapkan pidana sumpah palsu Pasal 242 KUHP? “Karena sumpah sudah dilakukan dan novum telah digunakan dalam perkara perdata sebelumnya,” kata Suhandi.
Perkara ini masih akan terus berlanjut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pihak terdakwa Ike Farida. (bwo)