INDOPOS-Semua jenis usaha penambangan galian C harus mempunyai izin usaha pertambangan (IUP). Selain itu, usaha penambangan juga harus mematuhi ketentuan perundang-undangan agar tidak merusak lingkungan hidup di sekitarnya. Namun, beda halnya di Provinsi Banten dan Jawa Barat.
Berdasarkan informasi dari sumber, di Banten ada dua lokasi tambang diduga ilegal. Yakni di Desa Maja, Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, Banten.
“Dua lokasi tambang ilegal di Banten. Sebagai pelaku atau koordinator lapangan inisial Hmd dan Prd,” kata sumber tersebut.
Sementara yang di Jawa Barat, di Wilayah Karawang Barat. “Dicari ini sebagai pelaku atau koordinator lapangan ini C dan U. Galian liar di wilayah Karawang Barat,” jelasnya.
Adapun yang dapat dilaporkan situasi galian liar di wilayah Karawang Barat arah Sandiago Hils, tepatnya berada di kawasan Karawang International Industrial City (KIIC).
Menurut sumber tersebut, galian liar itu telah beroperasi sekitar 2-3 tahun sampai sekarang. “Adapun yang melaksanakan penggalian lahan tersebut adalah Lurah/Kepala Desa atas nama Weka. Menggunakan excavator sebanyak 18 unit dan mobil tronton sebanyak 300-350 unit,” bebernya.
Berdasarkan Pasal 158 UU No 4 Tahun 2009, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dikenakan hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Selain itu, pengelola juga diwajibkan memiliki izin khusus untuk penjualan dan pengangkutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 161 UU yang sama. Penambangan galian C material tanah urug, pasir dan batuan. Tidak memiliki bukti kepemilikan lahan, atau izin dari pemilik lahan.
Tidak memiliki ijin sama sekali, (izin lingkungan: masyarakat sekitar, RT / RW, Lurah / Desa, Kecamatan) dan instansi terkait di tingkat Daerah Kab/Kota, Provinsi dan Pemerintah Pusat.
Kalaupun ada memiliki izin dilakukan dengan berkedok melaksanakan proyek pembangunan atau penataan/pematangan lahan fiktif sperti untuk pembuatan lahan pertanian, perkebunan, kawasan perumahan, kawasan industri dan lainnya.
Hal itu dilakukan dengan menerbitkan kontrak/SPK/ PO (pematangan lahan/cut and fill) fiktif. Maka berdasarkan Kontrak / SPK / PO Fiktif tersebut pelaku tambang ilegal mengajukan izin angkut ke instansi pemerintah daerah setempat dengan dalih ada kelebihan material tanah, batuan yang harus diangkut atau dibuang keluar area proyek.
Terkait dugaan tambang liar, telah membetok perhatian Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang membidangi soal pertanian, lingkungan hidup dan kehutanan dan kelautan.
Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo, menyoroti dampak buruk pengambilan bahan galian yang merusak habitat dan ekosistem lokal, yang mana hal ini melanggar prinsip pembangunan berkelanjutan yang diamanatkan oleh undang-undang.
Pada Senin (29/7/2024), Firman menegaskan bahwa dirinya akan mendorong Komisi IV DPR untuk memanggil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dia juga mendorong warga yang terdampak tambang galian C diduga ilegal itu agar membuat laporan kepada Kapolri dan KLHK dengan menyertakan bukti-bukti.
“Melaporkan kepada Kapolri melalui Bareskrim Polri dengan membawa bukti-bukti yang kuat dan juga kepada KLHK, karena DPR ini kan bukan aparat penegak hukum,” katanya. (bwo)