
INDOPOS-Ketua Seniman Intelektual Betawi (SIB) yang juga Sekjen Bamus Betawi, Tahyudin Aditya, menyampaikan sejumlah kriteria kepada siapa saja tokoh yang akan mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta dalam Pilkada 2024. Seperti diketahui, saat ini beredar nama-nama tokoh bakal calon gubernur, baik itu dari luar Betawi, maupun tokoh dari dalam masyarakat Betawi, seperti diantaranya Rosan Roeslani yang menjabat Ketua TKN Prabowo Gibran dalam Pilpres 2024. Lalu ada juga tokoh Betawi Dailami Firdaus yang menjabat senator Anggota DPD RI. Ada juga nama Silviana Murni atau Mpok Sylvi yang juga Senator DPD RI, serta Marullah Matali Deputi Gubernur DKI Jakarta.
Selain bakal calon dari luar, Betawi juga memiliki bakal calon yang merupakan putra putri terbaik Betawi yang memiliki kapasitas sebagai bakal calon gubernur.
Menurut Tahyudin, masyarakat Betawi sangat terbuka kepada seluruh bakal calon gubernur, yang saat ini mulai bermunculan dan diperbincangkan.
“Kami sebagai masyarakat Betawi mendukung dan terbuka kepada semua bakal calon gubernur Jakarta. Hanya saja, kami memiliki kriteria-kriteria khusus untuk para bakal calon, di antaranya, mereka harus paham historikal masyarakat Betawi, sebagai masyarakat inti Jakarta,” ujar Tahyudin pada wartawan, Kamis (18/4/2024).
Kemudian, lanjut Tahyudin, bakal calon juga wajib memahami dan tahu sejarah Jakarta dan masyarakat inti Jakarta yakni Betawi. Menjaga kultur masyarakat Betawi, serta memiliki komitmen terhadap pembangunan masyarakat Betawi, baik politik, sosial dan budaya. “Kemuadian kontrak politik dengan masyarakat Betawi, yaitu komitmen pemberdayaan masyarakat Betawi, dengab menganggarkan sebesar 30 persen untuk pemberdayaan dan kemajuan masyatakat Betawi,” katanya.
Tahyudin menegaskan, bakal calon juga harus memiliki komitmen untuk menjadikan budaya Betawi, sebagai tuan rumah di di DKJ. Komitmen dan juga paham budaya.
Melibatkan dan menyertakan masyarakat Betawi dalam pembangunan. Jadi, siapapun boleh menjadi gubernur Jakarta bila memenuhi kritera.
Bahwa Jakarta, dimana masyaraakat intinya adalah masyaralat Betawi yang sudah ada sebelum masehi. Hanya karena ada kepentingan politik, masyarakat betawi terpotong satu generasi.
Adanya beberapa kali perubahan nama Jakarta, merupakan bukti adanya proses politik kekuasaan secara masif.
“Ini gubernur baru dimanan Jkarta bukan lagi berstatus sebagai ibu kota negara. Sehingga perlu melibatkan seluruh unsur masyarakat Betawi, dan mengikut sertakan dalam proses pembangunan yang berkelanjuta. Hal ini harus diwujudkan secaa nyata,” tutup Tahyudin. (bw)