INDOPOS–Jakarta, 17 November 2025 – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Agenda sidang kali ini adalah pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap tiga petinggi PT Petro Energy: Newin Nugroho (Direktur Utama), Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan), dan Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy).
Dalam tuntutannya, JPU menyampaikan beberapa poin pokok, antara lain:
- Ketiga terdakwa dianggap cakap dan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
- JPU meyakini para terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan.
- Untuk terdakwa Jimmy Masrin, JPU menuntut tambahan pidana berupa denda.
Penasihat Hukum: Pembayaran Utang Bukan Pengembalian Kerugian Negara
Penasihat hukum terdakwa 3, Waldus Situmorang, menilai tuntutan JPU menimbulkan kekeliruan serius dalam konstruksi hukum. Ia menegaskan bahwa JPU keliru menafsirkan pembayaran kewajiban Petro Energy sebagai tindakan pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi, padahal secara hukum kedua konsep itu sangat berbeda.
“Dalam Pasal 4 UU Tipikor, pengembalian itu hanya terjadi bila seseorang menerima uang hasil tindak pidana lalu mengembalikannya ke rekening negara. Yang terjadi di sini adalah pembayaran kewajiban kontraktual, bukan pengembalian uang korupsi,” tegas Waldus.
Menurutnya, skema pembayaran Petro Energy kepada LPEI sudah berlangsung jauh sebelum perkara pidana mencuat. Untuk fasilitas pembiayaan USD 10 juta, pembayaran sudah dilakukan sejak 2021–2022 dan kini tersisa sekitar USD 500 ribu. Seluruh bunga dibayar tanpa tunggakan.
Untuk fasilitas USD 50 juta, pembayaran termin telah dilakukan tujuh kali sejak 2024, sejalan dengan perjanjian yang berlaku hingga 2028. Pembayaran bunga bahkan sudah berjalan sejak 2021.
Karena itu, Waldus menilai tidak masuk akal jika pembayaran utang komersial yang sah justru dianggap sebagai pengembalian uang hasil korupsi.
“Kalau pembayaran ini dianggap pengembalian, seolah-olah uang itu milik negara dan harus masuk ke rekening negara. Faktanya, ini pembayaran utang sesuai perjanjian yang masuk ke rekening LPEI, bukan ke kas negara,” ujarnya.
Sanggahan Terhadap Tuduhan ‘Berbelit-belit’
Dalam tuntutannya, JPU juga menilai Jimmy Masrin bersikap berbelit-belit selama persidangan. Waldus menilai penilaian itu tidak berdasar dan tidak sesuai fakta.
Sebagai komisaris, Jimmy tidak terlibat dalam operasi harian Petro Energy. Seluruh operasional berada di bawah Direktur Utama, Newin Nugroho.
“Beliau jarang bicara justru karena tidak menjalankan fungsi operasional. Menyebut beliau berbelit-belit adalah penilaian yang tidak tepat,” tegas Waldus.
Tim Hukum Siapkan Pledoi: Ini Sengketa Perdata yang Masih Berjalan
Menanggapi arah pembelaan, Waldus menegaskan bahwa tim kuasa hukum akan menghadirkan poin pembelaan komprehensif dalam pledoi. Prinsip yang mereka angkat sederhana: hubungan hukum antara Petro Energy dan LPEI adalah hubungan perdata yang sah, dan sedang berjalan tanpa wanprestasi.
“Pembayaran dilakukan sesuai termin perjanjian. Ini hubungan perdata sah berdasarkan Pasal 1320 jo. 1338 KUHPerdata — pacta sunt servanda. Semua aliran dana ke PT Caturkarsa Megatunggal maupun PT Pada Idi merupakan bagian dari mekanisme restrukturisasi yang legal,” ujar Waldus.
Ia menegaskan bahwa hukum pidana seharusnya tidak masuk ketika tidak ada pelanggaran kontrak.
“Selama tidak ada wanprestasi, tidak ada alasan hukum pidana mengambil alih. Tema pembelaan kami jelas: ini pembayaran utang yang sah, bukan tindak pidana,” tutupnya.
