
INDOPOS-Kemacetan parah yang melanda Tanjung Priok sejak Rabu (6/4) malam lalu, menjadi perhatian serius dari warga dan juga Tokoh Masyarakat Jakarta Utara Santoso. Menurutnya, atas peristiwa macet parah ini Bapak Presiden Prabowo harus mengevaluasi Menhub & Direksi Pelindo. Karena, kejadian ini sangat merugikan masyarakat pengguna jalan baik untuk kepentingan pribadi maupun bisnis/pekerjaan.
Mengapa kapasitas maksimal kendaraan yg lalu lalang di pelabuhan Tanjung Priok 2.500 mobil dalam sehari dipaksakan sampai 7.000 mobil, hanya untuk meluluskan permintaan pengusaha. Sedangkan dampak yang dialami masyarakat sangat besar. “Ini menjadi atensi masyarakat Jakarta Utara bahwa pengelola Pelindo tidak profesional,dan hanya mengejar profit namun tidak memperhatikan kerugian yang dialami masyarakat,” ujar Santoso.
Ke depannya harus ada aturan yg di buat oleh Gubernur Jakarta, bahwa jalan publik yang dibayar dari uang pajak rakyat jangan dibuat sering macet oleh kendaraan yang keluar masuk ke pelabuhan Tanjung Priok. Rakyat saat ini pun harus tahu apakah ada kontribusi dari Pelindo Tanjung Priok atas pembangunan jalan-jalan yang menghubungkan pelabuhan Tanjung Priok dengan kendaraan yang keluar masuk pelabuhan. Yang berasal dari sentra/kawasan industri di Tangerang, Bekasi, Karawang, Bogor dan sekitarnya.
“Pelindo jangan merasa sudah berbuat hanya dengan memberi 2,5% labanya untuk CSR kepada masyarakat/komunitas di Jakarta Utara berdasarkan UU CSR itu,” tegasnya.
Sementara itu, Pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) Dr. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa menilai kemacetan panjang ribuan truk ke Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara sejak Rabu (6/4) malam merupakan sinyal sistem logistik yang bermasalah.
“Persoalan ini lebih dari sekadar kemacetan musiman dan ini merupakan sinyal kegentingan sistem logistik nasional yang memerlukan perhatian serius,” kata Hakeng.
Ia mengatakan tantangan utama bukan hanya masalah infrastruktur fisik pelabuhan, tetapi juga terletak pada lemahnya regulasi mikro serta kurangnya koordinasi lintas sektor yang terlibat dalam pengelolaan sistem logistik nasional.
Peningkatan volume kendaraan ini tidak diimbangi dengan manajemen arus masuk yang adaptif dan efisien. (***)