INDOPOS-Perekonomian Jakarta tetap tumbuh tinggi pada tahun 2023. Namun peningkatan itu berada sedikit di bawah nasional dan melambat jika dibandingkan dengan 2022.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Jakarta sebesar 4,96 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,05 persen.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DKI Jakarta Arlyana Abubakar, saat bincang-bincang “Menjaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi dan Pengendalian Inflasi Jakarta 2024” mengatakan, saat ini pertumbuhan ekonomi Jakarta ditopang konsumsi rumah tangga.
“Pertumbuhan ekonomi Jakarta ini ditopang dengan tetap tingginya konsumsi rumah tangga, investasi dari sisi permintaan, informasi dan komunikasi (infokom) dan jasa keuangan,” kata Arlyana di Gedung Heritage Kantor Perwakilan BI DKI Jakarta, Senen, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024).
Menurutnya, inflasi Jakarta pada 2023 terkendali sebesar 2,28 persen atau di bawah sasaran inflasi 3±1 persen.
Terjaganya inflasi Jakarta, merupakan hasil nyata dari konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemprov DKI Jakarta, yang tergabung dalam Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
“Inflasi Jakarta lebih rendah dari inflasi nasional yang sebesar 2,61 persen,” ujarnya.
“Keberhasilan Jakarta dalam mengendalikan inflasi mendapatkan apresiasi berupa penghargaan TPID Award 2022 Kategori Provinsi Terbaik Wilayah Jawa-Bali, dan penghargaan insentif fiskal dari Kemendagri atas pengendalian inflasi daerah periode semester I dan II 2023,” sambungnya.
Meski masih dibayangi ketidakpastian ekonomi global, Arlyana optimis perekonomian Jakarta pada 2024 masih akan tumbuh kuat, yakni pada kisaran 4,8-5,6 persen. Dia juga yakin inflasi Jakarta akan tetap terjaga, yakni 2,5 + 1 persen.
“Survei Konsumen, diketahui Indeks Ekspektasi Konsumen meningkat, dalam level optimis. Inflasi Jakarta pada Januari 2024 masih terjaga, lebih rendah dibandingkan nasional,” tegasnya.
Diungkap Arlyana, inflasi Jakarta pada Januari 2024 hanya 1,83 persen. Sedangkan inflasi nasional berada di angka 2,57 persen. Di tahun Pemilu ini, rencana investasi Jakarta juga masih relatif tinggi, yakni 14,02 persen.
Meski begitu, lanjut dia, komoditas penyumbang inflasi harus terus dimonitor. Terutama kelompok pangan atau Volatile Food. Seperti, beras, daging ayam ras, cabe dan tomat.
Harga beras tinggi ini penyebabnya
Sementara itu berbicara soal harga beras naik, Arlyana mengaku, Bank Indonesia Jakarta telah melakukan beragam upaya untuk mengatasai kelangkaan dan mahalnya beras premium. Berbagai jurus jitu pun telah dilakukan untuk mencari solusi ini.
Arlyana mengatakan bila saat ini stok pangan, khususnya beras di Jakarta dalam kondisi aman untuk tiga bulan mendatang.
“Supply and demandnya tidak bermasalah. Artinya kelangkaan tidak semestinya terjadi,” kata Arlyana.
Sebelumnya, diketahui dua pekan terakhir masyarakat Jakarta mengeluhkan mahalnya dan langkanya beras premium di sejumlah retail. Bahkan harga beras pun tembus mulai dari Rp17-20 ribu per kilo.
Arlyana tak memungkiri akan hal itu. Ia menegaskan bila saat ini penyaluran beras sendiri difokuskan pada pasar tradisional, tidak terkecuali beras premium.
Hal itulah yang memicu beras di pasar modern khususnya retail menjadi langka. Termasuk soal harga, pengendalian telah dilakukan melalui koordinasi dengan bulog dan mematok HET yang masih dianggap wajar.
Inilah yang menjadikan harga beras premium melonjak. Sebab, kata Arlyana, beras premium yang masuk ke retail merupakan sisa dari pasar tradisional.
“Jadi kalo dibandingkan harga di pasar tradisional mungkin berbeda,” terangnya.